Diyetekno – Sebagai seorang reviewer smartphone yang sudah malang melintang, jujur saja, terakhir kali saya menggunakan iPhone sebagai perangkat utama adalah di tahun 2012. Saat itu, iPhone 5 masih berjaya dengan desain industrial yang memukau. Tapi, ada satu hal krusial yang bisa membuat saya kembali ke pelukan Apple.
Dulu, alasan saya beralih ke Android sangat sederhana: layar lebih besar, fleksibilitas lebih tinggi, dan solusi kamera yang lebih inovatif. Sementara Apple terkesan hati-hati dalam mengembangkan iPhone, inovasi di kubu Android terasa lebih menggairahkan.

Namun, kini situasinya sudah jauh berbeda. Apple telah beralih ke USB-C, ukuran layar sudah setara, dan model iPhone 16 Pro juga dibekali kamera telefoto yang mumpuni. Bahkan, desain iPhone 16 reguler pun sangat menarik. Singkatnya, persaingan hardware tidak lagi menjadi isu utama. Saya mengakui bahwa iPhone umumnya lebih bertenaga, dioptimalkan dengan baik, layarnya berkualitas tinggi, dan kameranya menghasilkan gambar yang bagus.
Lantas, apa yang masih menjadi ganjalan? Jawabannya adalah daya tahan baterai.
Baterai: Dilema Apple
Daya tahan baterai adalah "cawan suci" performa perangkat seluler. Konsumen tidak terlalu menuntut hardware yang lebih bertenaga dari tahun ke tahun, tetapi mereka selalu menginginkan daya tahan baterai yang lebih lama. Hal ini juga berkaitan erat dengan pengisian daya yang lebih cepat, sesuatu yang enggan diterapkan oleh Apple. Sementara itu, perangkat Android sudah banyak yang menggunakan baterai silikon-karbon dan pengisian daya 100W.
| Fitur | iPhone | Android |
|---|---|---|
| Jenis Baterai | Lithium-ion | Silikon-karbon (beberapa model) |
| Pengisian Daya | Lebih lambat, fokus pada umur panjang | Lebih cepat, teknologi bervariasi |
| Daya Tahan Baterai | Cukup baik, tapi tertinggal | Unggul, terutama pada model tertentu |
| Ekosistem | Terintegrasi dengan baik | Terbuka, banyak pilihan produsen |
Apple memang terus berbenah. iPhone 17 Pro Max dikabarkan akan menggunakan baterai yang lebih besar dari model sebelumnya, dan pengisian daya nirkabel yang lebih cepat juga sedang dipertimbangkan berkat standar Qi2 25W yang baru. Rumor juga menyebutkan bahwa iPhone 17 Air yang super tipis dapat menggunakan teknologi baterai silikon-karbon.
Meningkatkan daya tahan baterai tentu akan menarik minat saya. Namun, Apple berada dalam posisi yang sulit. Ponsel Android murah dapat menawarkan baterai besar dan pengisian daya yang lebih cepat, tetapi perangkat tersebut umumnya tidak digunakan selama iPhone. Pelanggan Apple mengharapkan iPhone bertahan selama bertahun-tahun, dan mengontrol kesehatan baterai dengan kecepatan pengisian daya yang lebih rendah adalah bagian dari strategi perusahaan untuk memenuhi harapan tersebut.
Era AI: Saatnya Siri Berbenah
Dengan kesetaraan hardware, inovasi kini terletak pada software. Fokus Apple seringkali tertuju pada perluasan keunggulan ekosistem. Siri, sebagai salah satu asisten suara pertama, tertinggal jauh dari Google Assistant dan Gemini. Revolusi Siri yang dijanjikan oleh Apple Intelligence belum terwujud, tetapi inilah area di mana Apple harus memimpin.
Kita sedang menuju era post-app, di mana AI akan menawarkan pengalaman yang dipersonalisasi, mampu memprediksi apa yang Anda inginkan dan kapan Anda menginginkannya. Apple harus memanfaatkan AI untuk menciptakan dunia yang mulus di mana ponsel benar-benar mempelajari rutinitas Anda, memberikan saran cerdas, belajar dari preferensi Anda, dan membuat hidup lebih mudah.
Jika Apple benar-benar membuat kemajuan yang berarti dengan pengalaman yang lebih cerdas, saya akan dengan senang hati kembali ke iPhone. Semoga saja, acara peluncuran pada 9 September mendatang membawa kabar baik.

