diyetekno – Sebagai seorang reviewer smartphone yang sudah malang melintang di dunia teknologi, saya merasa lega ketika Apple tidak terlalu "menggila" dengan AI (Artificial Intelligence) di WWDC (Worldwide Developers Conference) tahun ini. Mengapa? Mari kita bahas lebih dalam.
Meskipun Apple Intelligence hadir dan terintegrasi ke dalam platform perangkat lunak Apple, fitur-fitur yang ditawarkan cenderung meningkatkan fungsi yang sudah ada, bukan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Contohnya, AI dapat mempelajari rute perjalanan rutin Anda di aplikasi Maps iOS 26.

Saya berpendapat bahwa penambahan fitur pintar seperti Live Translation di aplikasi Messages dan FaceTime lebih merupakan upaya Apple untuk bersaing dengan Google dan Samsung dalam hal AI di smartphone andalan mereka, daripada memimpin inovasi atau menyempurnakan teknologi yang sudah ada.
Apple justru lebih menonjolkan desain ulang iOS, macOS, dan lainnya dengan penggunaan desain material "Liquid Glass". Apple Intelligence seolah menjadi prioritas kedua. Bahkan, asisten virtual Siri nyaris tidak terlihat di WWDC, yang mengindikasikan adanya masalah.
Bukannya tidak setuju dengan pendapat tersebut, saya justru merasa bersyukur AI tidak mendominasi WWDC. Saya percaya bahwa kekuatan Apple terletak pada pengalaman penggunanya. Meskipun ekosistem Apple terkadang terasa "terkunci", begitu Anda masuk ke dalamnya, semuanya bekerja dengan sangat baik. Mulai dari pembayaran dan autentikasi yang mudah dan aman, hingga transfer file cepat antar perangkat Apple.
Secara pribadi, saya lebih menginginkan AI digunakan untuk hal-hal transformatif yang bermanfaat bagi masyarakat, bukan hanya untuk membuat gambar anjing di bulan atau menulis email untuk saya. Saya percaya bahwa manusia akan lebih baik jika menghadapi tantangan untuk belajar menyusun kalimat dengan lebih baik atau menunggu momen yang tepat untuk mengambil foto, daripada membiarkan AI melakukan segalanya.
Kembali ke Apple dan WWDC, saya merasa bahwa desain ulang dan penambahan fitur-fitur bermanfaat ke iOS dan macOS akan lebih menarik bagi pengguna perangkat Apple daripada alat AI pintar yang terasa seperti tempelan pada pengalaman inti smartphone atau laptop.
Sebagai pengguna iPhone 16 Pro Max dan MacBook Air M2, saya memiliki akses ke beberapa alat Apple Intelligence. Namun, selain sedikit mencoba-coba dan sesekali mengapresiasi ringkasan pesan suara yang dihasilkan AI, Apple Intelligence belum mengubah cara saya menggunakan iPhone secara signifikan.
Saya sering mengatakan bahwa iPhone terbaru itu membosankan tapi brilian. Mereka tidak memiliki kesan "bisa melakukan segalanya" seperti Samsung Galaxy S25 Ultra atau pengalaman berbasis AI yang menarik dari keluarga Google Pixel 9, tetapi berfungsi sebagai smartphone yang menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan baik.
Saya memperlakukan iPhone saya sebagai alat, bukan sekadar gadget. Ini mungkin tidak membuatnya menarik, tetapi menjadikannya salah satu smartphone terbaik yang pernah saya gunakan, karena tidak ada banyak hal yang menghalangi atau mengganggu saya dari melakukan apa yang perlu saya lakukan.
Saya rasa banyak pengguna Apple lainnya memiliki pola pikir yang sama. Banyak orang yang tertarik dengan artikel tentang cara mengunduh beta pengembang iOS 26, yang menunjukkan adanya minat besar pada desain ulang Liquid Glass.
Selain itu, dalam sebuah artikel yang saya tulis tentang keinginan agar Samsung menambahkan lebih banyak AI ke smartphone lipat generasi berikutnya untuk membuatnya lebih efektif, seorang komentator mengatakan bahwa mereka tidak menganggap AI di smartphone berguna sama sekali dan ingin ada opsi untuk mematikan alat tersebut.
Jadi, sementara para tokoh teknologi berbicara panjang lebar tentang AI dan beberapa orang menggunakannya untuk melakukan banyak hal untuk mereka, saya merasa yang lain lebih memilih teknologi yang "hanya berfungsi" dengan setiap peningkatan, baik bertahap maupun tidak, berfokus pada pengguna, bukan keahlian teknologi.
Oleh karena itu, saya pikir Apple mungkin telah bertindak cerdas dengan lebih memfokuskan WWDC pada perubahan visual dan fungsional yang apik pada perangkat lunak intinya daripada menempatkan AI di pusat perhatian. Lagi pula, saya masih merasa AI belum cukup sempurna dan akurat untuk menjadikannya suatu keharusan saat ini.
Menurut saya, jika Anda mencari smartphone AI, maka smartphone Google Pixel terbaik adalah pilihan yang tepat, karena dibangun dari hardware hingga software untuk berfokus pada AI. Smartphone Google selalu menjadi perangkat yang mendorong fitur-fitur yang lebih esoteris, baik itu sensor radar di smartphone Pixel 4 atau fokus AI dari beberapa generasi Pixel terakhir.
Sebaliknya, saya selalu melihat Apple sebagai merek yang sepenuhnya merangkul teknologi yang muncul hanya ketika telah mencapai titik kematangan dan pemahaman konsumen.
Mengingat peluncuran Apple Intelligence yang kurang mulus, AI masih lebih ditujukan untuk penggemar daripada semua orang (meskipun hal itu dapat berubah dengan cepat), dan bagaimana iOS dan macOS adalah platform yang dikurasi dengan baik, saya pikir menghindari AI di WWDC tahun ini akan terbukti menjadi langkah cerdas bagi Apple, bahkan jika berbagai komentator dan analis teknologi menganggapnya tertinggal. Sekarang mari kita nantikan iPhone 17!
Apakah Anda menginginkan lebih banyak AI di iPhone? Beri tahu saya di komentar di bawah.
Berikut adalah perbandingan singkat fitur AI di berbagai smartphone:
| Fitur AI | iPhone (Apple Intelligence) | Google Pixel | Samsung Galaxy |
|---|---|---|---|
| Ringkasan Notifikasi | Ya | Ya | Ya |
| Edit Foto Cerdas | Ya | Ya | Ya |
| Asisten Virtual | Siri | Google Assistant | Bixby |
| Terjemahan Langsung | Ya | Ya | Ya |
| Fitur Eksklusif AI | Sedikit | Banyak | Sedang |
| Fokus Utama | Pengalaman Pengguna | AI | Keseimbangan |

